Jam

Senin, 02 Juli 2012

Kurikulum Pendidikan Di Indonesia

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Banyak pertanyaan yang terlontar dari berbagai kalangan “ Mengapa kurikulum di negara kita sering berubah? ”. Dan banyak juga pernyataan yang merupakan jawaban sinis dari pertanyaan di atas, ” Biasa, ganti Menteri Pendidikan, ya ganti kurikulumnya”.
Benarkah demikian ?

Mari menyimak sejenak secara global tentang perjalanan sejarah kurikulum kita. Dalam perjalanan sejarah sejak Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan berturut-turut, yaitu pada tahun 1947, tahun1952, tahun1964, tahun1968, tahun1975, tahun1984, tahun1994, dan tahun2004, serta yang terbaru adalah kurikulum tahun 2006. Dinamika tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Namun yang jelas, perkembangan semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan  perbedaannya terletak pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam mengimplementasikannya.
Dimulai pada tahun 1947, saat itu kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Peladjaran 1947  (sebutan kurikulum saat itu) merupakan pengganti sistem  pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.

Pada tahun 1952, kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan, dengan menggunakan sebutan Rentjana Peladjaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Ciri yang paling menonjol dalam kurikulum 1952 adalah setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Menjelang tahun 1964, dilakukan kembali penyempurnaan sistem kurikulum di Indonesia, yang hasilnya dinamakan Rentjana Pendidikan 1964.
Yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah penekanan pada pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional / artistik, keprigelan, dan jasmani.

Dari Kurikulum 1964 diperbaharui menjadi kurikulum 1968,  dalam hal ini terjadi  perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Penekanan dalam Kurikulum 1968, pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik.
Sebagai pengganti kurikulum 1968 adalah kurikulum 1975.  Dalam kurikulum ini menggunakan pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), mengarah kepada tercapainya tujuan spesifik, yang dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Dalam pelaksanaannya banyak menganut psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).

Menjelang tahun 1983, kurikulum 1975 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan perkembangan IPTEK. Sehingga dipertimbangkan untuk segera ada perubahan. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975 dengan kurikulum 1984.

Kurikulum 1984 berorientasi kepada tujuan instruksional, didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.

Pada tahun 1993, disinyalir bahwa pada kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar yang  kurang memperhatikan muatan pelajaran, sehingga lahirlah sebagai penggantinya adalah kurikulum1994.                                                     
Ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya adalah pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi). Dalam pelaksanaan kegiatan, guru harus memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.Untuk  mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen dan penyelidikan. Dan dalam pengajaran suatu mata pelajaran harus menyesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya adalah beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.  Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan adalah diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.

Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Dengan dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, sehingga sebagai konsekuensi logis harus terjadi juga perubahan struktural dalam penyelenggaraan pendidikan, maka bersamaan dengan hal tersebut terjadilah perubahan lagi pada kurikulum pendidikan.
Kurikukum yang dikembangkan pada tahun 2004 diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standard performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik, 2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu KBK sebagai pedoman pembelajaran.

Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarahkan pada dua pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang, maka pendidikan di sekolah dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut.
(1) Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
(2) Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
(3) Kompeten merupakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
(4) Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
(Puskur, 2002a).
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum.
KBK berorientasi pada:
(1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan
(2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya
(Puskur, 2002a).
Rumusan kompetensi dalam KBK merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu:
pemilihan kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi; pengembangan sistem pembelajaran.
KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
•    Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
•    Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
•    Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
•    Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
•    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.(Puskur, 2002a).
•    Struktur kompetensi dalam KBK dalam suatu mata pelajaran memuat rincian kompetensi dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa.
•    Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan
semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun      dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut.
•    Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level.
•    Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”.
•    Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian.
•    Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator.
•    Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”.
•    Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.
Dalam pelaksanaan KBK dilakukan dengan menggunakan sistem uji terbatas pada sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan,(7) standar pembiayaan, dan (8)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi, yaitu:
•    Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
•    Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
•    Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
•    Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
•    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikan sesuai karakteristik Satuan Pendidikan dan keberadaannya, dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabus dan Rancangan Pelaksanaan Pembelajarannya.

daftar pustaka ; www.gamalielschool.org/index.php?option=com_content&view=article&id=28:evolusi-kurikulum-pendidikan-di-indonesia&catid=3:kurikulum&itemed=11

Administrasi Pendidikan

1. Pengertian Administrasi
Tiap-tiap bentuk usaha, besar atau kecil, memerlukan cara-cara pengaturan dan penyelenggaraan yang efektif dan efisien agar tercapai hasil yang maksimal. Segala sumber daya yang digunakan harus diatur penggunaannya, sehingga tidak terjadi pemborosan yang berarti, dalam rangka mencapai tujuan atau keuntungan yang dinginkan untuk diperoleh. Inilah yang menjadi titik perhatian ilmu administrasi.
Secara etimologis, administrasi berarti penyelenggaraan, pengaturan atau pengurusan.
Dalam pengertian sempit, administrasi biasanya dimaksudkan orang dengan pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan surat menyurat yang lazim terdapat di kantor-kantor. Misalnya : menulis atau mengetik surat, tabel, daftar mengagendakan, mengirimkan atau mengekspedisikan, mengarsipkan atau mendokumentasikannya.
Dewasa ini, sesuai dengan perkembangan ilmu administrasi, ruang lingkup administrasi jauh lebih luas daripada sekedar urusan surat menyurat seperti ditunjukkan di atas.
Menurut Burrup, administrasi adalah totalitas proses penyediaan dan penggunaan secara efektif sumber daya manusia dan sumber daya material yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan suatu bentuk usaha.
Administrasi dapat pula di definisikan sebagai suatu siklus tindakan-tindakan yang memungkinkan organisasi atau lembaga mencapai tujuannya dengan cara-cara yang efektif dan efisien.
Berdasarkan rumusan pengertian di atas ini, nyatalah bahwa :
a. Administrasi terdapat di dalam suatu bentuk organisasi atau lembaga.
b. Organisasi atau lembaga mempunyai seperangkat tujuan.
c. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi atau lembaga dibutuhkan berbagai sumber-daya insani dan material, sebagai sarana penunjang atau contributing inputs.
d. Administrasi adalah alat bagi organisasi atau lembaga dalam rangka mencapai tujuan-tujuanya.
e. Segala kegiatan administrasi harus selalu berorientasi pada tujuan organisasi atau lembaga.
f. Segala kegiatan administrasi harus berlangsung secara efektif dan efisien agar tujuan-tujuan organisasi atau lembaga tercapai secara optimal.
g. Karena tiap-tiap organisasi atau lembaga melibatkan sedikitnya dua orang yang bekerja untuk mencapai tujuan bersama, maka kerjasama di antara anggauta-anggauta organisasi atau lembaga mutlak perlu dikembangkan secara harmonis. 2. Pengertian Administrasi Pendidikan
Fungsi utama tiap-tiap lembaga pendidikan adalah menyelenggarakan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Ditinjau dari sudut personil lembaga pendidikan (sekolah) kegiatan ini ditangani oleh guru-guru. Dengan demikian, guru-guru selaku personil mengajar (teaching personnel) menjalankan fungsi pengajaran (teaching function).
Disamping kegiatan belajar-mengajar, beragam lagi kegiatan lain yang diselenggarakan di sekolah. Pada galibnya kegiatan-kegiatan ini termasuk ke dalam kategori kegiatan administratif, yang dilaksanakan oleh tenaga non pengajar (nonteaching personnel). Dengan kata lain mereka menjalankan fungsi administrasi yang berguna untuk menunjang fungsi yang disebut pertama.
Di dalam Encyclopedia of Education Research dikatakan bahwa administrasi pendidikan adalah proses pengintegrasian kegiatan-kegiatan personil dan pendayagunaan sumber-sumber material yang sesuai sedemikian rupa guna meningkatkan secara efektif erkembangan kualitas manusia.
Knezevich merumuskan administrasi sekolah sebagai proses yang berkenaan dengan upaya menciptakan, membina, merangsang, dan memadukan segala energi yang terlibat di dalam lembaga pendidikan ke arah perwujudan tujuan-tujuan yang ditentukan sebelumnya.
Sekali lagi tampak kepada kita bahwa titik orientasi administrasi pendidikan adalah tujuan-tujuan pendidikan. Titik orientasi administrasi sekolah adalah tujuan-tujuan pendidikan sekolah (tujuan pendidikan tingkat institusional). Titik orientasi administrasi atau manajemen kelas adalah tujuan-tujuan instruksional. Olah karena tujuan-tujuan pendidikan akan diwujudkan dalam diri para siswa, maka dapatlah dikatakan bahwa pada akhirnya komponen lembaga pendidikan yang paling penting adalah siswa. Konsekuensinya, segala fasilitas yang disediakan dan kegiatan yang diselenggarakan di sekolah diperuntukkan bagi kepentingan angkatan manusia didik ini. Kalau komponen ini diabaikan, berarti lembaga pendidikan yang bersangkutan telah mengingkari hakekat dan identitasnya sendiri.
Disamping para pelajar (siswa), sumber-daya insani yang ikut serta dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan antara lain meliputi guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, konselor, penilik (pengawas) sekolah dan para pejabat lain yang duduk di dalam instansi yang membawahi lembaga pendidikan. Di samping kategori personil yang disebut terakhir ini, anggota-anggota masyarakat dapat dan perlu juga memberikan sumbangannya untuk lebih mensukseskan program lembaga pendidikan (sekolah).
Sumber daya material yang digunakan di dalam lembaga pendidikan bermacam-macam, diantaranya adalah gedung sekolah, perabot sekolah seperti meja, bangku, kursi, lemari, mesin tik, fasilitas atau sarana instruksional seperti buku-buku, alat-alat peraga, proyektor, alat perekam suara dan/atau gambar, dan perlengkapan laboratorium. Di sini termasuk juga fasilitas finansial (uang).
FUNGSI-FUNGSI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
1. Perencanaan
Proses perencanaan pada umumnya menyangkut peramalan dan pengambilan keputusan. Melalui peramal kita memperkirakan apa yang akan terjadi di masa datang berdasarkan apa yang terjadi di masa datang berdasarkan informasi yang diperoleh dari masa lalu dan masa kini. Semakin lengkap data yang diperoleh dan digunakan, dan semakin tepat penafsiran terhadap data tersebut, semakin besar peluang bagi ketepatan ramalan kita.
Perencanaan dapat diartikan sebagai penentuan langkah-langkah yang akan dilaksanakan di masa datang dalam rangka mencapai tujuan yang diingin kan. Oleh karena itu perencanaan melibatkan kegiatan pengambilan keputusan dari sejumlah alternatif.
Informasi mengenai keadaan masa lampau dan sekarang perlu dihimpun secara tepat, lengkap, dan dapat dipercaya. Berdasarkan informasi ini kita mengadakan taksiran tentang kondisi sekarang atau prediksi di masa depan. Berdasarkan taksiran inilah kita mengemukakan sejumlah alternatif tindakan. Dan dari antara alternatif-alternatif ini kita mengambil salah satu yang paling menguntungkan. Inilah keputusan yang kita ambil, dan yang akan dilaksanakan.
Demikian kita lihat bahwa perencanaan selalu berorientasi ke depan (future oriented).
Dalam rangka melakukan perencanaan pendidikan, prinsip-prinsip berikut perlu diperhatikan.
a. Perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan.
b. Perencanaan adalah suatu proses yang komprehensif.
c. Perencanaan hendaklah menghasilkan rencana yang fleksibel dan realistis.
d. Perencanaan harus berorientasi pada tujuan.
e. Perencanaan pendidikan harus memperhitungkan aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif pendidikan.
f. Perencanaan pendidikan harus melahirkan rangkaian tindakan yang jelas, terarah, dan menurut prinsip efisiensi dan efektifitas.
g. Perencanaan pendidikan harus didasarkan pada identifikasi fenomena pendidikan yang sedang terjadi.
2. Pengorganisasian.
Pada dasarnya, fungsi pengorganisasi berkenaan dengan upaya mengembangkan mata rantai hubungan-hubungan kerja (formal) dan pembagian di dalam organisasi atau lembaga. Untuk mencapai maksud ini pengorganisasian melibatkan usaha identifikasi tugas-tugas tersebut yang akan dilaksanakan, mengelompokkan tugas-tugas sehingga merupakan satuan-satuan, dan menetapkan wewenang yang diperlukan.
Secara umum dapat dikatakan, melalui pengorganisasian dicoba mempertemukan pekerja tertentu dengan pekerjaan dan fasilitas kerja yang spesifik. Di lingkungan sekolah, umpamanya, setiap guru mendapat tugas yang jelas serta wewenang yang sepadan. Dia harus mengetahui fasilitas belajar-mengajar yang perlu dan dapat digunakannya.
Menurut Blau, setiap organisasi formal mengandung ciri-ciri pembagian kerja yang jelas, hierarki wewnang dan tanggung jawab, sistem aturan dan kebijakan, interaksi yang bersifat nonpribadi, penugasan yang didasarkan pada kualifikasi teknis, dan efisiensi secara teknis. Namun demikian di lingkungan lembaga pendidikan pengembangan hubungan-hubungan antar pribadi khususnya dengan siswa mutlak perlu. Kita ketahui bahwa dengan hubungan antar pribadi khususnya dengan siswa mutlak perlu. Kita ketahui bahwa dengan hubungan formal saja interaksi akan sangat terbatas dan berlangsung kaku, dan jarak sosial terlalu besar.
3. Perangsangan
Untuk maksud yang sama dengan perangsangan (stimulasting), sering juga digunakan istilah pendorongan (motivating), pengaktifan, pengarahan dan lain-lain.
Perangsangan dilakukan dengan maksud agar para pekerja melaksanakan tugas-tugasnya dengan menggunakan kemampuannya semaksimal-maksimalnya.
Tidak ada resep perangsangan yang dapat digunakan dengan berhasil dalam setiap situasi. Namun demikian pedoman umum yang dapat digunakan adalah :
a. Motivasi kepada anak didik, bawahan, pegawai, dan sebagainya
b. Komunikasi yang efektif
c. Mengembangkan partisipasi aktif dikalangan pekerja.
d. Pemberian tugas yang sesuai dengan minat dan kemampuan pekerja
e. Perbaikan iklim organisasi dan kondisi-kondisi pekerja.
4. Pengkoordinasian
Koordinasi berarti sinkronisasi kegiatan-kegiatan ke arah pencapaian tujuan-tujuan. Jika semua pekerja mendapat hak untuk melaksanakan pekerjaan dengan cara yang dikehendaki masing-masing, maka setiap orang dari mereka biasanya dituntun oleh pikiran dan gagasan sendiri-sendiri mengenai apa yang diperbuatnya dan bagaimana akan dilakukannya.
Menurut Newport, koordinasi merupakan alat untuk mengkonsentrasi-kan dan menggunakan usaha-usaha kooperatif untuk melaksanakan tugas-tugas dengan cara-cara yang efektif dan ekonomis. Dengan koordinasi yang efektif para pekerja tidak akan melaksanakan pekerjaannya masing-masing tanpa memperhatikan akibat-akibatnya terhadap pekerjaan dan bagian lain serta terhadap pekerjaan sebagai suatu keseluruhan. Dengan koordinasi pekerjaan akan dimulai dan diselesaikan tepat pada waktunya.
5. Penilaian
Di dalam fungsi penilaian ini terlihat kegiatan-kegiatan monitoring, kontrol, dan supervisi. Monitoring dilakukan selama berlangsung proses pelaksanaan pekerjaannya untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan.
Demikian kita lihat bahwa penilaian, monitoring, kontrol dan supervisi berkaitan sangat erat dan mempunyai tujuan yang sama ialah untuk lebih memperbaiki pelaksanaan program suatu organisasi atau lembaga.
Penilaian tidak hanya mengenai hasil atau tujuan akhir seperti telah direncanakan semula. Penilaian semacam ini dalam rangka sistim instruksional disebut evaluasi sumatif. Penilaian juga dilakukan selama berlangsungnya proses kegiatan penilaian ini disebut formative evaluation.
Pendek kata, penilaian itu harus dilakukan secara berkesinambungan dan mengenai segi kehidupan organisasi atau lembaga.
BIDANG-BIDANG TUGAS ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Dimuka sudah dikatakan bahwa administrasi pendidikan berfungsi sebagai alat bagi lembaga pendidikan. Ini berarti bahwa administrasi pendidikan tidak memberikan sumbangan langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Administrasi pendidikan hanya melaksanakan segala upaya yang mungkin agar proses belajar-mengajar dapat berlangsung dengan lancar, efisien dan efektif.
Meskipun beraneka ragam aspek yang diperhatikan dan kegiatan yang dilakukan oleh administrasi pendidikan, namun pada galibnya semua itu dapat digolongkan atas beberapa kategori atau bidang kegiatan pokok antaranya :
1. Administrasi Kurikulum
Di Indonesia, kurikulum ditentukan secara terpusat di tingkat Nasional. Ruang lingkup bahkan sekuensanya ditentukan secara sentral. Oleh karena itu, sekolah-sekolah yang sejenis dan setingkat menggunakan kurikulum yang sama.
Konsekuensi sistem sentralisasi kurikulum ini antara lain adalah sekolah-sekolah hanya tinggal melaksanakan kurikulum yang telah ditetapkan. Diantara kegiatan yang dapat dan perlu dilakukan oleh sekolah dalam rangka administratif kurikulum adalah :
a. Penyusunan kalender pengajaran tahunan.
b. Penyusunan jadwal pengajaran harian dan mingguan.
c. Pencarian dan pengembangan sumber-sumber belajar.
d. Pengembangan persiapan mengajar.
e. Pengembangan kegiatan-kegiatan kokurikuler.
f. Pengembangan instrumen penilaian, pelaksanaan, dan pelaporan hasil-hasil belajar.
g. Pengembangan strategi dan teknik-teknik mengajar-belajar.
2. Administrasi Personil
Pada umumnya personil pendidikan dibedakan atas personil instruksio-nal dan personil noninstruksional. Di Indonesia tergolong atas tenaga edukatif dan tenaga administratif. Tenaga edukatif seperti guru melaksanakan tugas-tugas pengajaran, sedangkan tenaga administratif melaksanakan tugas-tugas administratif dalam arti yang luas.
Banyak sekali kegiatan yang dilakukan dalam rangka administrasi personil ini. Diantaranya yang paling penting adalah :
a. Penentuan kebutuhan akan tenaga personil yang diperlukan, baik jumlah jenis maupun kualifikasinya.
b. Perumusan deskripsi pekerjaan.
c. Penyusunan struktur kompensasi.
d. Penyusunan struktur organisasi.
e. Penggerakkan.
f. Seleksi.
g. Pengusulan pengangkatan menjadi calon pegawai.
h. Penempatan dan poenyelenggaraan masa orientasi.
i. Penyelenggaraan masa percobaan.
j. Penilaian untuk keperluan pengembangan, promosi, penurunan pangkat atau kedudukan, transfer dan pemberhentian.
3. Administrasi Sarana
Banyak sekali jenis sarana pendidikan yang diperlukan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Dalam bidang sarana umum misalnya adalah gedung dan lingkungan fisik sekolah. Perabot sekolah seperti lemari, meja dan kursi atau bangku, papan tulis, mesin tik, mesin stensil. Di bidang sarana instruksional termasuk buku-buku, alat peraga, perlengkapan laboratorium, dan berbagai media instruksional lain. Tidak pula dilupakan fasilitas olah raga dan kesenian.
Upaya yang perlu dilakukan berkenaan dengan pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, perawatan, pemeliharaan, dan pengaman sarana dimaksud. Yang penting diperhatikan disini adalah segala sarana yang tersedia hendaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin. Oleh karena itu penting dilakukan upaya agar sarana senantiasa fungsional dalam artian selalu siap bila sewaktu-waktu diperlukan.
4. Administrasi Keuangan
Sumber-sumber keuangan sekolah yang utama adalah Pemerintah dan orang tua siswa. Melalui usaha POMG dapat pula diperoleh sumbangan dari pihak swasta. Atas usaha sekolah sendiri pun dapat diperoleh dana tambahan, umpamanya dengan membuka koperasi sekolah, peternakan, usaha kerajinan, perkebunan dan dari pameran atau pertunjukan sekolah.
Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam administrasi keuangan ini antara lain meliputi :
a. Penyusunan anggaran lengkap dengan peruntukannya
b. Pencarian sumber-sumber keuangan tanpa melanggar peraturan-peraturan yang berlaku.
c. Pengaturan pemasukan, penyimpanan, pengalokasian, pembelanjaan atau penggunaannya.
d. Pencatatan atau pembukuan.
f. Pemeriksaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban.
5. Administrasi Siswa
Prinsip-prinsip yang berlaku dalam administrasi personil yang telah dibicarakan di muka pada dasarnya terpakai juga dalam administrasi siswa. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka ini antara lain :
a. Penentuan daya tampung sekolah.
b. Penentuan syarat-syarat, prosedur dan pelaksanaan pendaftaran.
c. Seleksi.
d. Pengelompokkan.
e. Penetapan dan pembinaan disiplin siswa.
f. Evaluasi siswa untuk berbagai keperluan seperti kenaikan kelas.
g. Pelaporan dan penyimpanan catatan data tentang siswa.
h. Administrasi Layanan-layanan Khusus
Untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar, berbagai layanan khusus bagi siswa perlu dikembangkan dan diatur penyelenggaraannua. Tujuannya adalah agar setiap siswa dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari situasi belajar-mengajar yang dilaksanakan di sekolah.
Layanan-layanan khusus dimaksud antara lain layanan bimbingan dan penyuluhan, layanan psikologis, layanan kesehatan, layanan makanan dan minuman dan layanan transportasi serta pemberian bantuan finansial atau material. 7. Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Sekolah adalah salah satu lembaga sosial yang melayani anggota-anggota masyarakat di bidang pendidikan. Sekolah-sekolah hidup di tengah-tengah masyarakat dan kelangsungan hidupnya banyak ditentukan oleh masyarakat. Komponen utama di sekolah adalah anggota-anggota masyarakat, yaitu para siswa, yang harus dilayani sebaik-baiknya. Sekaligus berarti bahwa yang terutama memetik hasil pendidikan itu juga adalah masyarakat.
Hubungan dan kerjasama masyarakat hendaklah dipelihara dan ditingkatkan secara aktif oleh sekolah.
Dalam hubungan ini Burrup menunjukkan ciri-ciri hubungan sekolah dan masyarakat yang baik :
a. Jujur dalam maksud dan dalam pelaksanaan.
b. Implisit atau tersirat dalam seluruh program sekolah.
c. Berkesinambungan dalam penyelenggaraannya.
d. Positif dalam pendekatan.
e. Bersifat komprehensif.Peka dan sederhana dalam segi konsep dan perumusannya.
:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Sejarah Pendidikan di Indonesia

Dalam masyarakat Indonesia sebelum masuk kebudayaan Hindu, pendidikan diberikan langsung oleh orang tua atau orang tua-orang tua dari masyarakat setempat mengenai kehidupan spiritual moralnya dan cara hidup untuk memenuhi perekonomian mereka. Masuknya dan meluasnya kebudayaan asing yang dibawa ke Indonesia telah diserap oleh Bangsa Indonesia melalui masyarakat pendidikannya. Lembaga Pendidikan itu telah menyampaikan kebudayaan tertulis dan banyak unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai pada zaman berkembangnya satu agama di Indonesia. Kerajaan-kerajaan  Hindu di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera yang mulai pada abad ke-4 sesudah masehi itulah tempat mula-mula ada pendidikan yang terdapat di daerah-daerah itu. Dapat dikatakan, bahwa lembaga-lembaga pendidikan dilahirkan oleh lembaga-lembaga agama dan  mata pelajaran yang tertua adalah pelajaran tentang agama. Tanda-tanda mengenai adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua ditemukan pada abad ke-5 di daerah Kutai (Kalimantan). Namun demikian gambaran tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan di Indonesia didapatkan dari sumber-sumber Cina kurang lebih satu abad kemudian.
Ada 2 macam sistem pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia :
Pendidikan di Langgar
Di setiap desa di Pulau Jawa terdapat tempat beribadah dimana umat Islam dapat melakukan ibadanya sesuai dengan perintah agamanya. Tempat tersebut dikelola oleh seorang petugas yang disebut amil, modin atau lebai (di Sumatera). Petugas tersebut berfungsi ganda, disamping memberikan do’a pada waktu ada upacara keluarga atau desa, dapat pula berfungsi sebagai guru agama.
Pendidikan di Pesantren
Dimana murid-muridnya yang belajar diasramakan yang dinamakan pondok-pondok tersebut dibiayai oleh guru yang bersangkutan ataupun atas biaya bersama dari masyarakat pemeluk agama Islam. Para santri belajar pada bilik-bilik terpisah tetapi sebagian besar waktunya digunakan untuk keluar ruangan baik untuk membersihkan ruangan maupun bercocok tanam.
Pendidikan Pada Abad Ke Dua Puluh Jaman Pemerintahan Hindia Belanda Dan Pendudukan
Di kalangan orang-orang Belanda timbul aliran-aliran untuk memberikan kepada pendudukan asli bagian dari keuntungan yang diperoleh orang Eropa (Belanda) selama mereka menguasai Indonesia. Aliran ini mempunyai pendapat bahwa kepada orang-orang Bumiputera harus diperkenalkan kebudayaan dan pengetahuan barat yang telah menjadikan Belanda bangsa yang besar. Aliran atau paham ini dikenal sebagai Politik Etis (Etische Politiek)
Gagasan tersebut dicetuskan semula olah Van Deventer pada tahun 1899 dengan mottonya “Hutang Kehormatan” (de Eereschuld). Politik etis ini diarahkan untuk kepentingan penduduk Bumiputera dengan cara memajukan penduduk asli secepat-cepatnya melalui pendidikan secara Barat.
Dalam dua dasawarsa semenjak tahun 1900 pemerintah Hindia Belanda banyak mendirikan sekolah-sekolah berorientasi Barat. Berbeda dengan Snouck Hurgronje yang mendukung pemberian pendidikan kepada golongan aristokrat Bumiputera, maka Van Deventer menganjurkan pemberian pendidikan Barat kepada orang-orang golongan bawah. Tokoh ini tidak secara tegas menyatakan bahwa orang dari golongan rakyat biasa yang harus didahulukan tetapi menganjurkan supaya rakyat biasa tidak terabaikan. Oleh karena itu banyak didirikan sekolah-sekolah desa yang berbahasa pengantar bahasa daerah, disamping sekolah-sekolah yang berorientasi dan berbahasa pengantar bahasa Belanda. Yang menjadi landasan dari langkah-langkah dalam pendidikan di Hindia Belanda, maka pemerintah mendasarkan kebijaksanaannya pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi golongan penduduk Bumiputera untuk itu bahasa Belanda diharapkan dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah
Pemberian pendidikan rendah bagi golongan Bumiputera disesuaikan dengan kebutuhan mereka
Atas dasar itu maka corak dan sistem pendidikan dan persekolahan di Hindia Belanda pada abad ke-20 dapat ditempuh melalui 2 jalur tersebut. Di satu pihak melalui jalur pertama diharapkan dapat terpenuhi kebutuhan akan unsur-unsur dari lapisan atas serta tenaga didik bermutu tinggi bagi keperluan industri dan ekonomi dan di lain pihak terpenuhi kebutuhan tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan.
Tujuan pendidikan selama periode kolonial tidak pernah dinyatakan secara tegas. Tujuan pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi keperluan tenaga buruh untuk kepentingan kaum modal Belanda. Dengan demikian penduduk setempat dididik untuk menjadi buruh-buruh tingkat rendahan (buruh kasar). Ada juga sebagian yang dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian dan lain-lainnya yang diangkat sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau tiga. Secara singkat tujuan pendidikan ialah untuk memperoleh tenaga-tenaga kerja yang murah. Suatu fakta menurut hasil Komisi Pendidikan Indonesia Belanda yang dibentuk pada tahun 1928 – 1929 menunjukkan bahwa 2 % dari orang-orang Indonesia yang mendapat pendidikan barat berdiri sendiri dan lebih dari  83% menjadi pekerja bayaran serta selebihnya menganggur. Diantara yang 83% itu 45% bekerja sebagai pegawai negeri. Pada umumnya gaji pegawai negeri dan pekerja adalah jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji-gaji Barat mengenai pekerjaan yang sama.

daftar pustaka ; Nesaci.com/sejarah-pendidikan-di-indonesia/

Jumat, 25 Mei 2012

Karakteristik Media Pembelajaran (Quiz)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdh8di42-kzMu077SvBC2xOfO_4S6xdoTrfY0PLOOZNKnBOnl_M7qNtKS-rF8qnQhDTOu63YOsnSUJtpbbL_Sbht7BRp4CxHZ97S0JN0atgiBaMnOOrv2_4O1WGsw6lJbPS6oVvvNbCjW-/s1600/media+blajar.jpg1. Pengertian Media Pembelajaran
Ibrahim dan Syaodih mengemukakan bahwa media pembelajaran  diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan suatu pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong  proses belajar mengajar 1. Sedangkan menurut Djamarah dan Zain  bahwa media pembelajaran adalah penyalur informasi belajar atau pesan dari guru kepada siswa.2  Mempertegas kedua pendapat di atas, Samana  menegaskan bahwa, media pengajaran adalah alat penyalur pesan pengajaran, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung misal media rekaman3.
Berdasarkan ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan sarana atau alat bantu yang digunakan guru, dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi disajikan dalam proses interaksi pembelajaran.

Teknologi Pendidikan Untuk Pendidikan Jarak Jauh (Quiz)

http://ivanpolitel.files.wordpress.com/2011/10/bluekeyboard.jpgDewasa ini sistem pendidikan jarak jauh telah berkembang pesat dan menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan modern. Berbagai negara di dunia telah menjadikan sistem pendidikan jarak jauh ini sebagai salah satu alternatif dalam upaya memperluas kesempatan masyarakat memperoleh pendidikan.  Di Indonesia, penyelenggaraan sistem pendidikan jarak jauh telah memiliki landasan legal formal dengan dimasukkannya sistem ini ke dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.  
Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,  maka   pendidikan jarak jauhpun  mengalami perkembangan.  Dengan memanfaatkan teknologi maka daya jangkaunya menjadi semakin